Friday, February 23, 2007

Islam dan Wanita

Kurangnya informasi terhadap Islam, terlebih lebih lagi belakangan ini Islam sering dikaitkan dengan tindakan kekerasan (violence) dan terorisme internasional sangat memukul dunia Islam, sehingga banyak memunculkan image negatif mengenai Islam. Ny. Lily Zakiyah Munir, Ketua Pusat Pesantren dan Studi Demokrasi (Cepdes), salah satu teolog wanita muslim menyampaikan pandangannya yang terfokus pada perspektif sebagai aktivis muslim moderat dan advokat penyetaraan gender dan hak-hak kaum wanita melalui pendidikan dan kebangkitan kesadaran masyarakat muslim di Indonesia.

Sebagai satu-satunya utusan yang mewakili teolog Muslim khususnya Muslim Indonesia di depan dialog Teolog Katolik se Eropa dan Teolog Yahudi, Ny. Lily Zakiyah Munir juga menyerukan kepada rekan rekannya para teolog wanita dari negara negara Barat dan non-muslim agar dapat memahami tiga hal yaitu antara lain:

  1. Dapat membedakan antara Islam dengan Muslim, karena tindakan dan prilaku orang-orang muslim tertentu tidak selalu tercermin dalam Islam, karena sesungguhnya Islam merupakan agama yang paling demokratis, menanamkan cinta damai dan toleransi.
  2. Tidak secara otomatis mengasosiasikan Islam dengan Arab. Islam itu tersebar di seluruh penjuru dunia dan Indonesia merupakan konsentasi muslim terbesar justru terletak di Asia tenggara.
  3. Jangan salah mengartikan Islam sangat oppressive terhadap wanita.


Ny. Lily Zakiyah Munir juga mencontohkan bahwa seperti dirinya, meskipun jilbab merupakan pilihan pribadi dan bukan tekanan dari luar untuk mengenakannya. Mengenakan jilbab sesungguhnya merupakan kebebasan meskipun harus bepergian ke seluruh dunia, bahkan suamipun turut mendukung upaya uapaya yang dilakukannya. Dengan demikian harus dapat dibedakan antara Islam sebagai agama yang mempunyai emansipasi terhadap wanita dan budaya yang membentuk seseorang sebagai muslim.

Ditambahkan pula bahwa banyak sekali wanita yang terkungkung dalam budaya dan hegemoni kaum pria dan bahkan memperlakukan wanita dengan tidak pantas. Dalam semangat Islam perlakuan tidak pantas tersebut pelan pelan harus dikikis seiring dengan putaran waktu.

Sebagai muslim yang dibesarkan dari ulama moderat di pondok pesantren dan mempunyai background antropologi, Ny. Lily Zakiyah Munir juga memandang bahwa kombinasi antara teologi dan antropologi dapat membentuk keseimbangan antara hubungan Tuhan dan manusia (Hablun min Allah wa hablun min al-naas) dan kombinasi ini tertuang dalam Al Qur’an. Namun agaknya kaum tradisionalis dalam Islam justru menganggap bahwa Islam itu hanya berhubungan dengan Tuhan saja secara individual. Hal ini sangat normatif dan pendekatannya sangat theocentric. Selanjutnya, dikemukakannya juga bahwa agama sebaiknya lebih membumi (down to earth) dengan lebih melakukan pendekatan kepada nasib manusia dengan membantu mengatasi permasalahan manusia, sedangkan dalam teologi justru mengesampingkan hal ini dan hanya terfokus kepada Tuhan.


Islam harus memberikan manfaatnya kepada manusia atas berkah yang diberikan Tuhan kepada umatnya (rahmatan lil alamin) dan agama hendaknya terfokus terhadap kepedulian sesama. Pengertian terhadap Islam hendaknya juga ditingkatkan melalui perspektif dan pandangan mengenai masalah-masalah sosial, berdialog, azas kesejajaran, bekerjasama untuk mengatasi masalah-masalah bersama. Disamping itu juga memberikan pengertian secara kedepan, melupakan masa masa lalu dan bersedia menerima hal-hal yang baik dari tawaran modernitas.


Dalam Al Qur’an terdapat 30 ayat mengenai sanksi sejajaran antara wanita dan pria dan ayat yang menjamin hak-hak kaum wanita sebagai manusia yang utuh. Namun sangat disayangkan bahwasanya banyak yang kurang memahami sebagai pesan yang harus digarisbawahi mengenai persamaan gender dalam Islam dengan tetap mengintepretasikan bahwa kaum pria mempunyai status yang superior dibandingkan dengan wanita. Sehingga hal ini berakibat sebagai gender-biased. Tantangan inilah yang oleh kaum feminis harus diperjuangkan sehingga dapat mengangkat keadilan bagi kaum wanita.

Sebagaimana dalam tradisi Yahudi dan Kristen, terdapat tiga dasar asumsi teologi dalam Islam:
  1. Tuhan menciptakan laki laki sebagai ciptaan pertamanya bukanlah perempuan dan perempuan diyakini sebagai bagian tulang rusuk laki laki
  2. Perempuanlah yang menyebabkan jatuhnya laki laki -- sebagaimana dalam cosmic drama antara Adam dan Hawa – sehingga Adam dan Hawa terusir dari Surga, efeknya timbul kebencian bagi anak-anak perempuan Hawa,
  3. Anggapan bahwa wanita diciptakan dari laki laki dan untuk laki laki, sehingga kehadirannya hanyalah sebagai pelengkap dan bukanlah hal penting dan fundamental.

Dengan adanya privellage mengenai kaum wanita dalam Al Qur’an mencerminkan bahwa sesungguhnya tidak ada perbedaan antara pria dan wanita di mata Allah dan keduanya sama sama medapatkan anugerah dan mendapatkan hukuman yang setimpal apabila melakukan kesalahan, sebagaimana dalam Al Baqarah/2:226 yang menyebutkan bahwa ...dan untuk mu kaum wanita hak hak yang sama .... Islam tidak mengenal perbedaan, tidak diskriminatif antara wanita dan pria disamping perbedaan biologisnya. Disamping perbedaan biologis, keduanya tetap sebagai partner atau mitra sejajar sebagai ciptaan Allah.

Pentingnya perkembangan teologi bagi kaum wanita dalam konteks tradisi Islam, Feminisme Islam semakin penting dewasa ini. Tujuannya bukan saja terhadap wanita muslim saja tetapi juga untuk pria muslim agar sejajar. Namun sangat disayangkan bahwa tidak banyak wanita yang mempelajari teologi Islam terutama mengenai emansipasinya. Dilain pihak, sejumlah sekolah sekolah yang mendukung hak-hak kaum wanita mengelami peningkatan. Sekolah-sekolah itu tersebar dari Timur Tengah hingga Indonesia dan Feminis-feminis Islam inilah selalu harus mendapat support.

No comments:

Post a Comment

MapLoco


Visitor Map