Thursday, November 4, 2010

Serpong -- Dari Waktu Ke Waktu


(Serpong - Tangerang Selatan) Awalnya kita agak-agak aneh mendengar nama "Serpong". What does it mean? It's nothing. Dari waktu ke waktu terjadi perubahan disana sini ketika saya harus memilih Serpong menjadi tempat tinggal. Sewaktu pulang dari Hanoi, Vietnam tahun 2001 saya tidak pernah membayangkan sama sekali untuk tinggal dan menetap di Serpong. Hanya karena saya belum punya tempat tinggal yang layak. Sahabat saya yang kebetulan di PHK karena jaman krisis moneter, bank tempat di bekerja dilikwidasi, justru mendapatkan pesangon yang cukup untuk mengambil S2 dan membeli rumah. Sebagai seorang PNS waktu itupun jauh untuk berfikir keras bagamana membeli sebuah "gubuk" kecil yang layak huni sebagai tempat tinggal.

Beruntung di saat saya menyelesaikan tugas di Hanoi, Vietnam, sahabat sayapun sempat membeli rumah sederhana tipe 50 dengan harga yang waktu itu masih rendah (tahun 1998 dengan harga Rp.104 juta)  dengan harapan kalau saya membawa barang-barang pindahan paling tidak sementara bisa tertampung sampai saya sanggup untuk membeli rumah.

Namun apa yang terjadi kemudian? Sahabat saya terperanjat ketika barang-barang pindahan saya melebihi kuota dari volume rumahnya karena kebanyakan barang-barang pindahan saya berupa kayu yang sangat kokoh dengan model Vietnamese yang kenatal dengan hiasan kerang-kerang yang ditanam pada kayunya. Dia menyarakan kalau sebaiknya saya segera membeli rumah dan melarang saya untuk mengontrak karena barang-barang tersebut.

Saya tetap bersikukuh untuk tidak memlih Serpong sebagai alternatif tempat huni bagi saya, namun apa daya setelah menimbang dan memilih harga rumah di Jakarta sangatlah tidak mungkin untuk memiliki rumah. Setelah beberapa lama tinggal di Serpong akhirnya saya menemukan kedamaian tersendiri untuk memilih Serpong sebagai salah alternatif tempat tinggal saya kelak.

Apa yang membuat saya berfikir untuk menjadikan Serpong sebagai tempat tinggal adalah bahwa saya masih mendengar suara kicau burung dibeberapa sudut rerimbunan pepohonan, udara segar, langit lebih cerah dan biru ketimbang di Jakarta yang cenderung lebih pekat dan polusi. Airpun masih segar dan masih dapat digali melalui sumur. Ada sedikit ganjalan utama bagi saya yaitu masalah transportasi. Transportasi hingga kinipun masih merupakan buah simalakama yang tentu saja perlu diperbaiki sinerginya. Waktu itu saya merasa nyaman dengan adanya shuttle bus BSD yang setiap hari mengantar saya ke Jakarta Pusat (Pasar Baru) atau
Kereta KRL Sudirman Express yang jadwalnya masih minim, namun paling tidak terpenuhi sudah untuk menepis Serpong sebagai daerah terisolir. Maklum saja shuttle bus ini hanya berhenti di halte-halte tertentu ketimbang di semarang tempat di ruas Jalan raya Serpong. Sementara bus bus umum justru larinya ke arah utara Kota Tangerang atau Cikokol ketimbang ke Selatan.

Kata orang untuk tinggal di Serpong paling tidak diperlukan mobil sebagai sarana transportasi dan kultus itu belum terkikis hingga sekarang, karena memang kalau malam hari Serpong tidak tersentuh transportasi umum sebagaimana di Depok, Bogor atau Tangerang sekalipun. Inilah yang harus dibenahi. Syukurlah saat ini Stasiun Rawabuntu akhirnya mampu berfungsi dan frekuensi kereta semakin banyak namun masih menyisihkan permasalahan seperti lahan parkir yang kurang mengingat pelajo (commuter) Serpong - Jakarta kian hari semakin meningkat dan jenis kereta seperti KRL Ekspress tidak semua kereta berhenti di Stasiun Rawabuntu demikian pula dengan jalan masuk ke stasiun Rawabuntu yang kurang layak.

Pada waktu saya memutuskan untuk membeli rumah waktu itu -- di Regensi Melati Mas -- (sementara sahabat saya tinggal di Villa Melati Mas sebelum akhirnya berubah menjadi Melati Mas Residence) salah satu pengembang lama di Serpong, Serpong bukanlah seperti sekarang. Jalan Raya Serpong yang waktu itu juga belum mampu mengatasi kemacetan pada setiap ruasnya. Tahun 2001 itu Serpong bukanlah apa-apa karena hanya ada Hero Supermarket dan BSD Plaza.

Namun perubahan setapak demi setapak nampak sudah perbedaan mendasar mulai tampak. Hal itu akibat laju pertumbuhan Serpong sebagai daerah penyangga perumahan semakin diminati. Hero Supermarket pertama kali berganti baju menjadi Giant inilah yang menjadi penyemangat pertumbuhan di Serpong. Tidak tanggung tanggung Lippo Group langsung membuat proyek persis disebelah Giant membangun WTC Matahari yang meudian diberi embel-embel Mall. Sewaktu Krisis moneter business retailer yang terbaik untuk memecahkan masalah adalah melalui trade center, namun karena melihat gengsi terjadi peleburan antara trade center yang dikembangkan oleh Lippo Group waktu itu tetap menggabungkan antara konsep Mal/mall dengan trade center. Akhirnya Hypermart sebagai label hipermarket milik Matahari sebagaimana Giant pertama kali dibuka justru di Serpong berbarengan dengan properti Lippo lainnya di Metropolis Town Square.

Tidak itu saja kemunculan pembangunan-pembangunan lain seperti Plaza Serpong yang akhirnya mengalami kegagalan dalam penerapan pasarnya juga Setos (Serpong Town Sqaure) justru menjadi pelengkap Serpong semakin melaju dengan gegap gempita pembangunannya. Bumi Serpong Damai yang kemudian berubah kepemilikan dari Ciputra Grup menjadi Sinar Mas Group menjadi lebih bersinar dengan nama baru BSD City. Perubahan dasar nama-nama kompleks yang tadinya sangat Indonesia berubah total menjadi nama-nama asing seperti Victoria River Park, The Green, De Latinos, Pavilion, Green Cove, Foresta ketimbang Giri Loka, Anggrek Loka, Kencana Loka dll.

Meskipun sangat disayangkan beberapa lahan hijau akhirnya berubah total menjadi sentra bisnis yang pesat seperti Golden Boulevard, Madrid, Versailles, Viena, Granada, Barcelona, Paris. Tol Boulevard hingga BSD Junction yang karena salah konsep akhirnya mematikan lahan bundaran (alun-alun) menjadi tempat yang sayang sekali kurang menguntungkan serta ITC BSD.

Mall dimana mana

Persaingan hipermarket, mall dan department store sebagai tempat belanja yang semakin tumbuh menjadikan Serpong sebagai sentra ekonomi banyak dimintai oleh keluarga-keluarga baru yang menginginkan Serpong sebagai tempat tinggal apabila dilihat di Serpong sendiri ada 2 (dua) Giant Hypermarket di Melati Mas dan di BSD, konon saat ini Giant yang di BSD City merupakan Giant (Raksasa) atau yang terbesar diantara para Giant. Tidak jauh dari situ padahal sudah ada Carrefour dan Ramayana di ITC BSD, Superindo di BSD Plaza, Matahari Dept Store dan Hypermart di Mall WTC Matahari, belum lagi di Gading Serpong yang akhirnya split menjadi Paramount dan Sumarecon juga sudah terdapat Sumarecon Mall Serpong (SMS) yang nantinya akan dikembangkan sebagaimana Sumarecon Mall Kelapa Gading. Di SMS saat ini ada  Star Dept Store dan tidak lama lagi di Alam Sutera yang sudah mengkoneksikan jalur suteranya dengan akses langsung ke Tol Jakarta-Merak juga akan membuka Living World, mall yang mengkhususkan diri sebagai tempat belanja house holds dan kuliner. Bahkan tidak lama lagi Developer Alam Sutera juga sedang mempersiapkan Mall@Alam Sutera sebagai salah satu Mall yang representative di wilayah Serpong sekelas Plaza Senayan atau Pondok Indah Mall. Sementara itu keberadaan Teraskota juga tidak lepas dari perkembangan wilayah Serpong, mall lifestyle lengkap dengan Hotel Santika dan Blitz Megaplex dengan 9 Auditorium merupakan salah satu dipilihnya Serpong sebagai indikator yang sangat maju sebagai wilayah pengembangan di luar Jakarta.

Tidak hanya Mall yang pesat di daerah Serpong, Beberapa bank swasta dan BUMN sudah lama bercokol di wilayah Serpong. Tidak itu saja showroom dan service mobil juga tersedia lengkap disini. Kuliner tentu saja banyak berkembang di sepanjang Jalan Raya Serpong, Jl Pahlawan Seribu hingga Jalan Raya Rawabuntu. Dari yang kuliner tradisional asli Indonesia, Chinese Food hingga warung-warung tenda sangat mudah ditemukan di kawasan ini. Beberapa pengembang dan pengusaha bahkan sudah menyiapkan tempat kuliner seperti Teraskota dengan restoran dan cafe-cafe seperti Duck King, Cafe Betawi, Wendy's, Bakso Lapangan tembak. Solaria, Serpino Pizza, Lau Kopitiam dll, di Giant semarak dengan resto-resto seperti Burger King, Oenpao, Domino Pizza, Tamani Cafe, KFC dan Solaria di BSD Plaza kemudian Flavour Bliss lengkap dengan Bandar Jakarta, Mc Donald dll, di sepanjang Jalan Raya Serpong muncul resto-resto seperti Gado-Gado Boplo, Bandar Serpong, Telaga, Bintang Kepiting, Pizza Hut, Pecel Lele Lela, Warung Sunda, Warung Mang Kabayan, dan beberapa warung-warung spesifik lainnya. BSDpun tidak kalah sebentar lagi membuka BSD Square sebagai tempat jajan makanan, namun yang masih diminati justru warung-warung tenda dan tenpat-tempat makanan tradisional seperti Soto Betawi H. Mukti, Bebek Kaleya, Bakso Titoti, Nasi Uduk Kebon Kacang dll dan warung-warung tenda yang biasa mangkal pagi atau malam di Pasar Modern.

Perubahan status administrasi dari wilayah kecamatan di Kabupaten Tangerang menuju ke Kota Tangerang Selatan tidak bisa dipungkiri meskipun kantor walikota bakalan berada di Pamulang, namun sentra ekonomi dan segala sesuatunya lebih terkonsentrasi di wilayah Serpong tetap menjadi primadonna, meskipun kawasan Pondok Aren (Bintaro) juga banyak memiliki fasilitas serupa dengan Serpong namun dengan keunikan Serpong sebagai "pusat pertumbuhan" diharapkan Serpong diharapkan akan lebih terpoles dan lebih diperhatikan oleh walikota Tangerang Selatan terpilih bulan ini (November 2010) lengkap dengan segala fasilitas yang lebih memberikan keleluasaan dan kebutuhan sesuai dengan harapan warga baru di Tangerang Selatan khususnya warga Serpong.

Disusun oleh:
Pramudya Sulaksono
Warga Serpong dan Pemerhati Masalah Sosial

Photo: www.skyscrapercity.com

MapLoco


Visitor Map