Monday, October 6, 2008

Pengerahan Pasukan Setelah Huru Hara Anti-Imigran di Casserta

Roma (ITALIA). Masalah rasisme dan xenophobia kembali muncul dipermukaan di Italia setelah kasus yang terjadi di Castelvortuno, Casserta dekat Napoli, akhir bulan September lalu yang menyebabkan terjadinya perselisihan antara kaum pendatang dengan kelompok mafia Camorra.

Dalam peristiwa tersebut 3 (tiga) imigran dari Ghana, 2 (dua) imigran dari Liberia dan seorang dari Togo tewas tertembak setelah diserang dengan senjata api jenis 120 Kalashnikov.
Kejadian tersebut dilatarbelakangi oleh tuduhan kepada para imigran Afrika sebagai pengedar obat obatan terlarang dan penyebab meningkatnya kriminalitas. Tuduhan tersebut dibatah keras oleh para imigran Afrika yang balik menuduh masyarakt Italia sebagai masyarakat yang rasis.

Polisi telah menangkap seorang anggota kelompok mafia yang dicurigai menyebabkan insiden dimaksud yaitu Alfonso Caesarano, 29, dari kubu Klan Calanesi dari kelompok mafia Camorra. Camora merupakan salah satu kelompok mafia utama yang menguasai daerah Napoli dan sekitarnya yang disinyalir juga mempunyai jaringan peredaran obat-obatan terlarang di kawasan tersebut.

Sehubungan dengan kejadian diatas, Kabinet Tengah-Kanan Silvio Berlusconi telah menyetujui pengerahan 500 tentara selama tiga bulan untuk mengawasi aktivitas tersebut di Casserta. Sebelumnya selama musim panas yang lalu sebanyak 3.000 tentara telah mengadakan patroli di kota-kota utama Italia sebagai akibat dari meningkatnya kriminalitas dan imigrasi ilegal di Italia untuk menangani peningkatan terjadinya kriminalitas dan imigrasi ilegal di Italia.

Menteri Dalam Negeri Italia, Roberto Maroni, mengatakan bahwa pengerahan keamanan tersebut dapat saja diperpanjang, tergantung dari tingkat keamanan di wilayah Casserta. Awalnya, sebanyak 400 personel kepolisian telah dikerahkan terlebih dahulu dan telah diputuskan untuk mengerahkan 1.000 personil tentara di wilayah tersebut.

Saat ini diperkirakan terdapat 11.000 hingga 12.000 imigran gelap di Castelvortuno. Sejumlah 2.000 imigran lainnya telah memiliki surat ijin tinggal dan ijin kerja, bahkan beberapa dari mereka sudah menjadi generasi kedua dan berkewarganegaraan Italia. Mengutip dari berita harian La Repubblica generasi kedua ini juga tidak lepas dari tindakan-tindakan rasisme, namun tetap menganggap bahwa Italia adalah rumah mereka”.

Masalah rasisme dan xenophobia juga terjadi dibeberapa tempat di Italia. Di Milan, seorang Afrika yang lahir di Italia yang bernama Abdul Salam Guibre tewas setelah dituduh mencuri “makanan kecil”. Akibatnya ribuan imigran di Milan membakar tempat-tempat sampah dan menyerukan kata kata yang ditujukan kepada masyarakat Italia yang dianggap rasis, sambil mengacungkan biskuit sebagai tanda simbol protes mereka atas kejadian tersebut.

Dalam pertemuan kabinet akhir bulan September lalu telah menyetujui pembangunan 10 pusat penampungan imigran gelap. Juga pengujian DNA bagi imigran sehingga layak memperoleh ijin tinggal di Italia. Tercatat sebanyak 23.600 imigran gelap (clandestini) masuk ke Italia tahun ini atau telah meningkat sebesar 60% dari angka 14.200 imigran pada tahun 2007.

Maroni mengeluhkan bahwa meskipun sudah terdapat “perjanjian persahabatan” antara Berlusconi dan Colonel Muammar Gadaffi dari Libya untuk membatasi arus imigran gelap di Pulau Lampedusa yang sepakati pada bulan Agustus lalu, namun imigran gelap masih tetap masuk ke Italia. Maroni kemudian mengancam menghentikan bantuan keuangan ke Libya, yang tertulis dalam perjanjian tersebut, serta mengancam akan memimpin sendiri pengerahan kapal pengawas pantai untuk menghalau kapal-kapal kecil para imigran gelap untuk memasuki perairan Italia.

Kedutaan Libya di Roma mengeluaran pernyataan bahwa apabila kedatangan Maroni ke Libya hanya sebagai “in such a spectacular fashion” maka Maroni akan dihentikan. Namun, apabila menyebutkan dengan detail kedatangannya ke Libya maka Pemerintah Libya akan meerima kedatangannya dengan baik. Selama ini Maroni bersikeras agar diadakan patroli gabungan antara Italia dan Libya sebagai bagian dari “perjanjian persahabatan” tersebut.

Pihak-pihak lain seperti Konferensi Uskup Italia (CEI) menilai bahwa rasisme dan xenophobia di Italia jangan dianggap sepele. Kepala CEI, Cardinal Angelo Bagnasco, berpendapat bahwa “imigran gelap juga merupakan saudara”. Banyak diantara imigran ini telah membahayakan jiwa mereka untuk dapat tiba ke Italia melalui laut”. Bagnasco berpendapat akan lebih baik memberikan bantuan ekonomi sebagaimana digariskan oleh Uni Eropa tentang Masalah Keimigrasian yaitu untuk membantu perekonomian negara-negara asal para imigran tersebut.

Masalah rasisme dan xenophobia cenderung masih mewarnai kehidupan masyarakat di Italia. Bahkan PM Berlusconi sendiri sebelumnya pernah berujar di depan Sidang Katolik Roma Konservatif dan kubu tengah-kanan nya menganggap bahwa Italia adalah “Catholic and for Italians”.

Pemerintah Berlusconi berkomitmen untuk memberlakukan kebijakan yang keras terhadap imigran dengan cara memperketat aturan aturan mengnai keimigrasian terutama untuk meningkatkan rasa aman di dalam negeri, menurunkan tingkat kejahatan dan menjaga ketertiban umum di masyarakat Italia.

No comments:

Post a Comment

MapLoco


Visitor Map